KE-INDONESIA-AN
Siapa yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang di lintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia
dan Australia
serta antara Samudra Pasifik
dan Samudra Hindia. Indonesia adalah Negara kepulauan
terbesar
di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara), dengan populasi sebanyak 237.556.363 orang,
yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Pulau jawa menempati urutan teratas dalam distribusi penduduk Indonesia dengan angka 58 %, diikuti sumatera (21 %), Sulawesi (7 %), Kalimantan (6 %),
Nusa tenggara (6 %), Papua dan Maluku (3 %).
Menyorot Indonesia hari ini, ada sebuah kompleksitas permasalahan yang cukup tinggi yang perlu kita perhatikan. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan bagi kita yang kerap mengaku generasi muda Indonesia (jika memang masih mau mengakui).Menyoal permasalahan pada sebuah Negara, setidaknya ada 3 hal yang tak boleh luput dari perhatian. Ketiga hal ini dapat mempengaruhi kehidupan sosial, budaya, pertahanan,
keamanan Negara yang bersangkutan. 3 hal tersebut adalah: Politik, hokum dan perekonomian. Politik, hokum dan perekonomian suatu Negara akan menentukan langkah Negara tersebut baik dalam kaitannya dengan stabilitas dalam negeri ataupun dalam hubungannya dengan Negara lain.
Riuh Rendah Politik Indonesia
Bagi sebagian orang politik adalah sesuatu yang cantik,
menggelitik walau tak pernah lepas dari trik dan intrik Indonesia menjalankan pemerintahan republik
presidensial multi partai yang demokratis.Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, system politik di Indonesia di dasarkan pada Trias Politika
yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif
.Kekuasaan legislative dipegang oleh sebuah lembaga bernama MajelisPermusyawaratan
Rakyat (MPR).
MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara
unikameral, namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004
menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen. Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu
dan dilantik untuk masa jabatan lima tahun. Sebelumnya, anggota
MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan
dan TNI/Polri. MPR saat ini diketuai oleh Zulkifli Hasan. DPR saat ini diketuai oleh Ade Komarudin, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial
sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni JokoWidodo yang diusung oleh Partai PDI juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik
untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa porto folio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Walaupun di Indonesia menganut system multi partaid engan model demokrasi langsung, banyak orang yang menganggap bahwa pemerintahan saat ini merupakan rezim orde baru jilid II. Hal ini karena adanya dominasi golongan partai tertentu dalam komposisi legislative dan eksekutif. Dominasi tersebut sebenarnya merupakan hal yang wajar, akan tetapi tak jarang dominasi itu justru menjadi sumber ketimpangan jika dalam proses pengambilan keputusan, kepentingan pribadi dan golonganlah yang didahulukan. Dan itu yang terjadi pada decade terakhir ini dalam duniapolitik di negeriini.
DPR dan MPR yang harus nya menjadi aliran suara rakyat, kini seakan hilang taringnya menghadapi seorangs osok super (baca : presiden). Akhirnya, konflik internal antara sesame anggota dewan dan persaingan partai politiklah yang mendominasi keramaian politik. Kepentingan rakyat hanya dijadikan sebagai pembenaran tingkah laku. Dengan “ideologi” pragmatis-oportunistis, para politikuspartai tidak lagi memiliki niat menjalankan tugas kepolitikan mereka, yaitu,
memperjuangkan kebaikanumum, mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Mereka telah abai terhadap rakyat. Terkatung-katungnya interpelasi lumpurLapindo di DPR
merupakan contoh mutakhir dari ketidak padulian politik uspartai terhadap rakyat.
Mereka juga tidak
lagi memerankan diri sebagai saluran aspirasi rakyat.Parpol sekarang lebih
terlihat sebagai saluran pemilik uang untuk meraih jabatan politik atau untuk
mencapai kepentingan-kepentingan tertentu.Maka tak heran jika produk-produk
legislasi yang dikeluarkan DPR, misalnya, sering kali merupakan “produk
pesanan” yang hanya menguntungkan pemesan, dan merugikan rakyat secara
keseluruhan.
Berbagai perilaku para politikus partai tersebut pada akhirnya membuat parpol terlihat seperti telah bermetamorfosa. Parpol telah mengubah dirinya menjadi seperti institusi bisnis murni. Yang mereka pikirkan hanyalahpertukaran
(exchange), laba, dan penumpukan kekayaan. Keadaan ini juga berpengaruh pada proses pembangunan
;Sampai akhir tahun ini, APBN belum terserap secara maksimal. Belanja kementerian/lembaga sampai dengan Oktober masih sangat minimal. Totalnya untuk belanja baru mencapai 38 persen, sedang untuk belanja Negara keseluruhan baru sebesar 60 persen. Ini kemudian menjadi lahan basah bagi para mafia, koruptor dan para oknum yang hanya berniat memperkaya diri.
Akibat dari semua itu, sifat apatis dan pragmatis masyarakat meluas. Masyarakat banyak yang pesimis bahkan tidak perduli dengan kinerja pemerintahan. Hal ini dibuktikan salah satunya dengan tingginya angka golput pada pelaksanaan pemilu, baik di pusat maupun di daerah. Kepercayaan dan keterlibatan rakyat dalam pemerintahan dengan system demokrasi merupakan hal yang sangat urgen, mengingat suara rakyat adalah suara Tuhan. Bisa dibayangkan jika rakyatnya sendiri tidak percaya dengan pemerintahnya, bagimana dengan masyarakt dunia? Padahal Indonesia tidak hidup sendiri, ada sebuah kompetisi besar yang harus dihadapi negeri ini. Ketidak stabilan dunia politik ini oleh para ahli akan terus terjadi di Indonesia hingga bebera patahun mendatang.
Wajah Hukum di Indonesia
Hukum di Indonesia menganut system eropa kontinental yang diakui atau tidak, masih terdapat banyak ketimpangan dan permasalahan. Permasalahan hokum tersebut terjadi karena beberapa hal, baik dari system peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum .Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hokum oleh aparat. Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus hingga masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in actioner beda dengan law in the book. Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-har iadalah :koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena dinggap kurang bukti, sementara pencuri sop buntut dipersalahkan hingga menjadi isunasional.
Selain karena adanya inkonsistensi, permasalahan ini juga timbul karena penegakan hokum lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat subtansialis dan administrativ, sedangkan kenyataan bahwa hokum bertujuan mewujud keadilan justru dikesampingkan.
Pasang Surut Perekonomian Indonesia
Kemapanan
ekonomi adalah Salah satu kekuatan penunjang suatu Negara dalam menghadapi
kompetisi politik dan ekonomi global.Di Indoneisa hingga saat ini, belum ada
kemajuan signifikan dalam bidang perekonomian yang berhasil dicapai. Tahun ini hutang Indonesia masih mencapai 3.501 Triliyun, meningkat 27,4 persen dari tahun sebelumnya.
Kepala Departemen Ekonomi CSI, Yose Rizal Damuri mengatakan, rasio
hutang pemerintah di kisaran 27 persen masih berada dalam kategori aman. Apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di dunia yang
bisamencapai 40 persen.
Peringkat Indonesia dalam survey kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business
(EODB) 2016 yang dirilis Grup Bank Dunia naik dari ranking 120 menjadi 109
dari 189 negara yang disurvei.
Pemaparan semua hal di atas tidak bermaksud menyudutkan atau menumbuhkan rasa pesimis terhadap kemajuan Indonesia. Hal ini dilakukan hanya untuk mengingatkan bahwa tanggung jawab kita dalam membangun negeri ini masih sangat besar. Meminjam kata-kata Iwan Fals, Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita bukan suatu alas an untuk kita tinggalkan. Kader-kader PMII harus siaga di garis depan dalam mengawal kemajuan Negeri ini.
SELAMAT
BERJUANG...!!!!
TanganterkepalMajukeMuka…!!! JayalahIndonesiaku…!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar